Peraturan Pemerintah Terkait JPH

Pada 17 Oktober 2024, Pemerintah mengeluarkan Peraturan Pemerintah Nomor 42 Tahun 2024 tentang Penyelenggaraan Bidang Jaminan Produk Halal, yang menggantikan PP No. 39 Tahun 2021. PP ini memperkuat pelaksanaan Undang‑Undang Jaminan Produk Halal (UU No. 33/2014, sebagaimana telah diubah UU No. 6/2023), dan memberikan kepastian legalitas bahwa semua produk yang diimpor, beredar, dan diperdagangkan di Indonesia wajib memiliki sertifikat halal, kecuali produk yang tentu haram—yang harus diberi label “tidak halal”

PP No. 42/2024 mengatur secara komprehensif mekanisme pengawasan, pembentukan, dan akreditasi Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), serta penetapan lokasi dan alat proses yang harus dipisah antara produksi halal dan non-halal. Penyusunan norma, pedoman, dan standar pengajuan sertifikat halal pun diamanatkan kepada Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) sesuai peran yang ditetapkan UU.

Sebelumnya, PP No. 39 Tahun 2021 telah menetapkan regulasi dasar tentang tata cara pelaksanaan dan tahapan sertifikasi halal periode awal (2019–2024), memuat ketentuan tentang hak dan kewajiban pelaku usaha (terkait penyelia halal, audit, dan label), serta mekanisme pengawasan dan sanksi administratif. Peraturan ini dicabut dan diganti oleh PP 42/2024

Secara umum, PP terbaru menetapkan bahwa BPJPH memiliki kewenangan penuh dalam mengeluarkan dan mencabut sertifikat halal, meregistrasi sertifikat dari luar negeri, serta mengawasi seluruh rangkaian JPH—termasuk pemisahan fasilitas produksi, label, penyelia halal, dan audit LPH. PP ini juga mengatur registrasi sertifikat halal dari luar negeri, pengawasan produk, serta penindakan terhadap pelanggaran label dan sertifikasi tanpa dasar yang sah .

Kesimpulannya, PP No. 42/2024 menjadi landasan operasional terbaru dalam sistem sertifikasi halal di Indonesia, memastikan bahwa seluruh produk di pasar telah memenuhi persyaratan halal melalui proses yang jelas, akuntabel, dan terintegrasi sesuai ketentuan UU JPH dan UU Cipta Kerja.